Cit cit cit.... bunyi kicauan burung itu terdengar.....
Seketika saya meraih hape untuk membaca sms yang
masuk.
“Assalamua’alaikum..
teman-teman hari ini kita free... see you tomorrow.. :-).”
Begitu isi pesan yang masuk. Dalam hati saya sih seneng
dapat libur karena libur adalah hal yang menjadi idaman mahasiswa di fakultas
mipa namun bagi saya dari fakultas ilmu sosial, libur adalah hal yang sudah
biasa. Tapi saya bosan juga kalo dirumah terus. Karena tidak tau hendak berbuat
apa, saya memutuskan untuk kembali ke kamar saya. Karena tidak tau hendak berbuat apa, saya pun
pergi tidur. Pukul 11.48 saya terbangun karena mendengar suara adzan.
Setelah mandi dan mengganti pakaian, saya bergegas
pergi ke kampus. Barangkali saja ada teman-teman di kampus. Sesampainya di
kampus ternyata tidak ada satupun teman-teman saya. Saya pun pergi ke kos-kosan
teman saya, namun mereka juga tidak berada di sana. Saya cek di sosmed ternyata
mereka sedang bersiap-siap pergi ke lombongo guna merayakan hari ulang tahun
teman saya yang bernama Rivaldi. Saya segera menyusul mereka ke kos-kosan yang
satunya lagi.
Dengan pakaian seadanya saya pun ikut dengan mereka.
Tanpa baju renang, hanya celana jins dan kaos hitam serta jaket saya pun
berangkat bersama mereka menuju ke pemandian lombongo yang terletak di
Kecamatan Suwawa. Kami berangkat dengan mengendarai 5 sepeda motor. Di tengah
perjalanan, saya melihat teman-teman saya kebingungan karena belum ada satu
orang pun di antara kami yang pernah pergi ke tempat itu. Kami pun menggunakan
kecanggihan teknologi masa kini untuk menemukan lokasi yang hendak kami tuju.
Melalui aplikasi maps yang ada di smartphone kami melanjutkan perjalanan.
Sekitar 30 menit kemudian kami tiba di tempat wisata pemandian lombongo.
Suasana sepi tanpa satu orang pun pengunjung
terlihat. Seorang yang tengah mengepel lantai kolam pun akhirnya mendekati
kami. “adooohhh... guys.. kayaknya kita dapat zonk nih..” gerutu Tito yang
merupakan mahasiswa fakultas tehknik ini. “adik-adik
ini mau kemana ?” tanya petugas yang tengah membersihkan kolam itu. “ jadi begini pak, tujuan kami kemari
sebetulnya ingin berenang di kolam ini pak” jawab Dul (seorang calon guru
agama islam dari IAIN) “ tapi kayaknya
kami akan berenang di udara kali ini”. sambungnya. “ mohon maaf ya dik, kolamnya sedang kami bersihkan”. kata petugas
itu. “ Jika adik-adik mau, di atas sana
ada sebuah air terjun. Kalian bisa bermain air di sana”. Kata petugas
memberi penawaran kepada kami. “ kira-kira
tempatnya jauh gak pak ?”. tanya Jenly mahasiswa Fekon yang memiliki badan
atletis berlebihan ini. “ tidak jauh kok
dik, hanya sekitar satu jam perjalanan dari sini. Sekarang sudah jam tiga, jika
kalian bergegas kesana sekarang kalian bisa bermain sekitar tiga puluh menit di
sana. Jangan terlalu lama, takutnya kalian akan terjebak oleh hujan di hutan
sana” jelas petugas itu.
Setelah berembuk sebentar kami pun memutuskan untuk
menuju ke air terjun. Setelah membayar bea masuk dan parkir kami pun bergegas
menuju ke dalam hutan. Semula kami berpikir perjalanan sekitar sejam itu sangat
enteng. Tanpa air minum dan snack
hanya berbekal semangat muda yang penuh enerjik kami berangkat. 15 menit
berjalan kami masih segar belum ada tanda kecapean. Jalan yang menanjak, sungai
yang mengalir deras harus kami lewati. Hingga kemudian jenly si gendut yang
sangat imut itu meminta kami untuk beristirahat sejenak. Sekitar dua menit kami
beristirahat, kemudian kami melanjutkan perjalanan kembali. Kali ini, saya dan teman-teman mulai
menyadari bahwa perjalanan ini cukup sulit. Rasa haus kini mulai terasa. Saat itu, saya berjalan paling belakang di antara
teman-teman. Saya merasa sudah tidak mampu lagi berjalan. Namun, saya berusaha
untuk tetap bersikap biasa saja. Saya tidak ingin merepotkan mereka.
Tanpa saya sadari saya sudah tertinggal jauh. Dengan
sisa-sisa tenaga yang saya miliki, saya terus berjalan menyusul mereka.
Samar-samar saya mulai melihat teman-teman. Semakin mendekat, nampak jelas bagi
saya, ternyata jenly juga merasakan apa yang saya rasakan. Melihatnya, saya
berpura-pura kuat. Jenly berjalan sambil berpegangan dengan Dul. Jenly mengatakan
bahwa dia sudah tidak mampu lagi berjalan. Saya pun berteriak dengan menirukan
suara burung perkutut, memberitahu teman-teman yang lain agar menunggu kami.
Setelah berusaha sekuat tenaga, sampailah saya, jenly dan dul di sebuah gubuk
di mana teman-teman menunggu kami.
Setelah beristirahat sejenak, kami pun melanjutkan
perjalanan. Kali ini Jenly di bopong oleh Anto. Anto adalah mahasiswa IAIN, ia
datang bersama dul. Sementara saya, Tito, jenly, Rival, Alfian dan acil adalah
mahasiswa aktif dari UNG. Kami berteman semenjak SMA, sementara Rival dan Acil
adalah teman satu kos Jenly dan Alfian. Namun, karena sering nongkrong di kos
Jenly dan Alfian kami pun akhirnya berteman.
Karena sudah setengah perjalanan, kami tidak ingin
semuanya sia-sia. Kami memutuskan untuk tetap melanjutkan perjalanan. Karena
tidak ingin merepotkan teman-teman, saya melanjutkan perjalanan dengan cara
saya sendiri. Saya melepas sepatu yang saya kenakan dan meninggalkannya di
gubuk. Merasa kurang nyaman dengan celana jins ketat yang saya kenakan, saya
pun melepasnya. Karena kelakuan saya itu, teman-teman memanggil saya dengan
sebutan polahi. (Polahi adalah suku pedalaman yang ada di gorontalo, konon
katanya suku ini masih sangat primitif). Saya mengikatkan celana saya di
pinggang untuk memudahkan saya berjalan menyusuri lembah yang cukup terjal.
Di sela-sela perjalanan yang menantang ini,
tiba-tiba jenly mengatakan bahwa ia benar-benar sudah tidak mampu lagi. Kami
pun memutuskan untuk kembali beristirahat. Namun, rival dan acil tetap
melanjutkan perjalanan. “ teman-teman
ayo, air terjunnya sudah dekat”. Teriak rival dan acil secara bersamaan
dari kejauhan. Mendengar itu, kami langsung bangkit dan bergegas menuju ke arah rival dan acil.
Dengan mengumpulkan kembali sisa-sisa tenaga yang ada saya menyusul
teman-teman. Begitu juga dengan jenly.
Semakin mendekat, suara air yang jatuh dari ketinggian
mulai terdengar. Cuitan burung yang
menyapa pun menambah semangat kami untuk segera sampai ke tempat tujuan. Dan memang tak ada perjuangan yang sia-sia. Seperti
kata bijak “life is struggle, no life
without struggle”. Perjuangan kami berbuah manis. Rasa capek dan haus itu kini
seakan tidak terasa lagi. Kini dihadapan saya dan teman-teman tersuguhkan
karunia Allah. Suatu ciptaan yang tidak bisa ditiru oleh umat manusia. Air yang jatuh dari ketinggian kurang lebih sepuluh meter itu membuat mata kami
terbelalak. Karena selama ini kami hanya melihat pemandangan seperti saat ini
hanya melalui gambar.
Tanpa berpikir panjang lagi, saya langsung
menceburkan diri saya ke dalam air dan untuk mengobati rasa haus, saya pun
langsung meneguk air yang sangat jernih itu, dan memang rasanya segar sekali. Melihat
apa yang saya lakukan, teman-teman saya hanya bengong. “ kalian haus kan ? ayoo minum, airnya segar sekali. Tak perlu ragu, kita
berada di alam yang terawat”. Ajak saya kepada teman-teman. Mendengar ucapan
saya yang begitu meyakinkan, teman-teman pun ikut meminum air sungai yang jatuh
dari ketinggian sekitar sepuluh meter itu. Kami mengabadikan kebahagiaan kami
dengan mengambil gambar melalui ponsel. Gambar
ini nantinya akan kami pamerkan ke
teman-teman di kampus dan sosial media. Bahwasanya di bumi gorontalo ini, ada
surga kecil yang begitu indah.
Sekitar 30
menit kami bermain air. Teringat pesan dari petugas kolam tadi, saya pun
mengingatkan teman-teman untuk segera berkemas untuk pulang. Karena saat itu
sudah menunjukan pukul 16.00, kami pun segera turun agar tidak kemalaman di
perjalanan nanti...
Sungguh
perjalanan yang sangat luar biasa bagi saya. Pengalaman ini tidak akan pernah
terlupakan. Bagi teman-teman yang suka tantangan, kalian harus mencoba untuk
datang ke air terjun di taman bogani, lombongo ini...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar